Legenda Sampuraga (Suku Batak Siladang)

Sampuraga, sebuah legenda dari tanah Mandailing Sumatra Utara. Cerita tentang si Sampuraga ini juga terdapat di daerah Kalimantan Barat, tetapi dengan alur cerita agak berbeda dan tidak diketahui pasti apa ada hubungannya atau tidak dan kemungkinan hanya terjadi kebetulan kesamaan nama.

Lingkungan desa yang tampak masih hijau dengan kehidupan yang damai, konon di wilayah ini menjadi asal-muasal cerita tentang Si Sampuraga na maila marina (yang malu mengakui ibunya).

Dahulu kala, ada seorang anak yang tinggal di Mandailing tepatnya di sebuah kampung yang kini dihuni masyarakat Siladang. Dia seorang anak yatim namanya Si Sampuraga. Ketika berumur 10 tahun, si Sampuraga berniat meninggalkan kampungnya untuk pergi merantau. Lalu sang ibu memberinya perbekalan. Si Sampuraga pergi ‘merantau’ ke Saba Jior. Ketika dia dewasa, seorang putri raja di Saba Jior tertarik dengan Sampuraga dan ingin menikahinya. Akhirnya Si Sampuraga pun menikah dengan sang putri raja tersebut dan tidak beberapa lama, Sampuraga pun dinobatkan menjadi raja.

Berselang satu tahun, kabar tentang Si Sampuraga menjadi raja sampai ke kampung tempat ibunya tinggal. Seluruh penduduk terkejut mendengar berita itu, bahkan ibunya tidak menyangka. Ibu Si Sampuraga yang sudah semakin tua renta dan miskin sangat rindu dan mengharapkan kehadiran anak satu-satunya itu. Sebab hanya Si Sampuraga lah yang dimiliki dalam hidupnya. Karena itu, dia sangat ingin menemuinya. Dengan tertatih-tatih sang ibu ini pun berangkat untuk menemui Si Sampuraga dengan melakukan perjalanan jauh, menembus hutan hingga pada akhirnya tiba di tempat tujuan. 

Setibanya sang ibu di kediaman Si Sampuraga yang kebetulan sedang mengadakan pesta. Para penduduk sedang memasak makanan, daging dan banyak jenis makanan lainnya. Melihat itu, rasa lapar sang ibu muncul yang sudah beberapa hari belum makan. Para pekerja yang memasak ingin memberikannya. Tapi ketika Si Sampuraga melihat perempuan tua ini, dia berdiri dan melarang budaknya untuk memberikan sesuatu pada perempuan tua itu, lalu mengusirnya. Si Sampuraga berbuat seolah-olah dia tidak mengenalnya, padahal dalam hatinya dia tahu bahwa perempuan tua itu adalah ibunya. Tapi ternyata Si Sampuraga telah berubah menjadi manusia angkuh, dan dia merasa malu mengakui perempuan tua itu sebagai ibunya.

Perempuan itu menangis dan bertanya “Mengapa anakku, tidak mengenal aku. Aku adalah ibumu, anakku’. Si Sampuraga menjawab dan menghardik “Aku tidak mengenalmu". Lantas, sang ibu berkata “Aku bisa membuktikan bahwa kau adalah anakku”. Si Sampuraga semakin mendidih dengan bertanya marah  “Apa buktinya?”. Lalu sang ibu itu menjawab tenang “Ada suatu bekas tanda lahir di punggungmu”. Si Sampuraga berusaha mengalihkan pertanyaan, "Tapi untuk apa?”. Si Sampuraga tidak mau membuka bajunya bahkan ia semakin marah kepada ibunya. Sang istri Si Sampuraga yang berada di tempat kejadian berusaha menasehati Si Sampuraga, agar ia menyadari dan menuruti permintaan sang ibu. Tapi, Si Sampuraga semakin keras hati. Tiba-tiba Si Sampuraga menyepak perempuan tua itu dan menamparnya. Sang ibu pun sangat sedih dan kecewa melihat sikap anak satu-satu yang sangat dikasihinya tersebut.

Perempuan itu lalu berdoa agar Tuhan mengampuni dan memaklumi anaknya yang durhaka itu. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, tiba-tiba halilintar menyambarnya dengan disertai datangnya air bah. Dalam sekejap, kampung baru Si Sampuraga itu tenggelam dan hampir semua penduduk kampung  termasuk Si Sampuraga, istrinya, budak-budak kerajaan bahkan sang ibu pun ikut mati tenggelam. 

Di tempat ini sampai sekarang masih terdapat lubang berisi air panas yang disebut Lubang Air Panas Sampuraga.

1 comments: